Kata
terlambat, hanya untuk orang-orang patah semangat. (nita)
Oleh : Nita Juniati
“Bosan”,
kata itu yang berulang kali ku ucap. Tak senang lagi, jika harus bermain dan
merangkai kata. “Aku bukan penulis hebat”, kata ku keras dalam dada. Aku memang
tak punya bukti apapun, tak senang aku dengan dunia yang harus ku tekuni.
Penulis, bukan menjadi pilihan menarik bagi ku. Tepatnya aku tak punya
cita-cita tepat, masa depan yang masih abu. Kau tau abu-abu itu tak hitam serta
tak putih. Berkali-kali ku menggelengkan kepala, menatap kegalauan yang hadir
dipertentangan hati ini.
Aku
ingin, mata ku terpejam sejenak dan ketika ku bangun aku sudah hadir di
surga-Nya disambut dayang-dayang manis dan bercahaya. Malas, aku sudah malas
menemui arti hidup yang tak jelas ini. Teman ku sempat berkata, “jika kau ingin
bebas, tulis dan ekspresikan sebebas-bebasnya tentang apa yang mau kau
curahkan” katanya seakan memberi ku semangat. Namun sayang, aku bukan seseorang
yang perlu motivator. Aku cukup tegas ketika itu, hati serta pikiran ku sudah
cukup jelas “aku tidak suka menulis”.
Lingkungan
ku memaksa untuk terjun menulis. “menulis...menulis...menulis..” sekali lagi
ingin ku muntah kan kata “bosan” yang sudah tak tertampung lagi dimulut ku.
Membudah, saking bosan nya aku mendengar kata “menulis, penulis”. Aku sudah
merasa salah jalan, berada dilingkungan seperti ini. Jika tekad ku kuat aku
akan lari ke ujung dunia. Namun, aku tak punya banyak tenaga untuk sampai ke
ujung dunia dengan berlari. Bahkan aku tak tau dimana letak ujung dunia.
Referensi pun aku tak punya, jika diharuskan bertanya gengsi ku lebih besar.
Beginilah
cara ku mengekspresikan sebebas-bebasnya, biarkan hanya aku yang tau dan
mengerti. Ini bukti, bahwa aku tak senang dengan dunia menulis. Aku tutup mata,
dengan lingkungan yang memaksa sesuatu yang tak ku suka. Habislah aku dimakan
waktu, tak ada yang menyadarkan ku dari gelapnya debu. Biarkan orang-orang
semakin merasa tabu. Jelaskan saja aku memang tak menggebu.
***
Hampir tiga tahun aku berada
dilingkungan yang memaksa ku untuk giat menulis. Aku sempat tutup mata dengan
keadaan itu, namun seseorang menarik ku untuk menyukai dunia menulis. Aku biasa
saja, tak tertarik atau bahkan ingin mendalami dunia menulis. Aku sadar betul,
bakat ku tak ada pada bidang itu. Sesekali aku memang mencoba melawan, dan
sudah terbukti bahwa tidak ada hasil yang memuaskan.
Sudah dua kali, tulisan ku ditolak
oleh media. Aku yakin benar, tulisan ku tak layak cetak. Jelas saja, aku
semakin tidak senang dengan dunia menulis. “menulis itu sulit, menulis itu
bikin mumet, menulis itu ribet, pokoknya aku gak suka” gumam ku yang secara
rutin ku katakan setiap kali membuat tulisan. Aku merasa semakin jatuh ketika
tau tulisan-tulisan teman ku di muat di media, sedangkan aku? Tak satupun
tulisan ku bisa disajikan di media. Aku cukup mengelus dada tanpa ada tanda
tertarik atau termotivasi.
“tulisan mu bagus, ada baiknya kalau
kamu bikin blog. Ya minimal untuk wadah tulisan-tulisan yang gak dimuat di
media.” Kata seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih dan bersenyum
manis. Aku tak kenal seseorang itu, bahkan mukanya saja asing dimata ku. Dia
memuji tulisan yang acak-acakan di kertas kumal yang sempat aku remas. “blog?” aku kebingungan dengan nama
itu. Laki-laki itu tersenyum, setengah menyindir ku “iya blog, kamu bikin aja
asal ada koneksi dengan internet dan kamu punya gmail semua akan mudah”
jawabnya serasa mudah.
“kalau
kamu ngeblog, setidaknya kamu bisa mengeksplorasi ide-ide cemerlang kamu, atau
apapun bisa kamu tulis sesuai keinginan mu .....” tambahnya menjelaskan panjang
lebar tentang blog. Lama-lama aku semakin merasa laki-laki itu “seles blog”,aku
cukup tersenyum-senyum dengan sedikit menampakan muka bego didepannya. Aku
bergegas pulang kerumah, dengan berjibun
tugas yang harus ku kerjakan.
Seperti biasa pekerjaan ku selalu
berada didepan layar komputer, selain mengerjakan tugas sedikit merefresh otak
dengan sekadar bermain games. Namun tidak dengan kali ini, aku menjadi
penasaran akut. Aku mencari modem diantara tumpukan buku dimeja belajar,
mencari ditumpukan bantal diatas kasur. “Oh my god, modem nya gak ada” kata ku
sambil bercucuran keringat, kebingungan setengah abad mencari modem. Aku
terkujur lemas, diatas kasur lelah mencari modem yang tak kunjung ku temui.
Tiba-tiba
seakan ilham datang menghampiri, “aha... sepertinya aku ingat” sambil terbangun
dari kasur dan melangkahkan kaki menuju sebuah tempat diujung kamar. Akhirnya
aku menemukan modem, yang aku taruh di lemari dan ku selipkan diantara baju-baju.
Aku memang sengaja, menyelipkan modem ditempat yang sulit terjamah.Karena kakak
ku suka menghambiskan kuota modem dan tak bertanggung jawab mengisinya kembali.
Kembali
aku duduk di depan layar komputer, mengaktifkan koneksi internet, tanpa pedulikan
apapun aku langsung membuka googlechorme dan mencari cara membuat blog, bahkan
aku masih bertanya blog itu apa. “Arrrgggghhhhh sial...... koneksi internetnya
gagal terus” teriak ku kesal. Pikiran negatif ku langsung tertuju pada kakak,
kakak memang selalu tau dimana aku menyimpan modem dan menghabiskan kuota.
Aku
kembali menjadi malas, malas melakukan segala aktifitas. Namun kasihan komputer
yang sudah ku nyalakan, dan aku mencoba melawan segala macam setan-setan malas
yang menghadang. Aku mulai membuka Ms. Word dan mencoba menguntai kata demi
kata. Aku senang dengan sastra, menulis apa yang aku lihat dan aku rasa. Baru
menyelesaikan satu kalimat, aku sudah kembali merasa pusing, apalagi yang bisa
aku tulis. Kumatikan saja komputernya, tak tahan dengan rasa kesal dan pusing.
Aku bergegas menuju kasur dan membaringan badan.
Wajah
ku tepat memandang langit-langit kamar, memikirkan laki-laki tadi. Dia bilang
tulisan ku bagus, sepertinya dia meledek tulisan ku yang jelek luar biasa.
Namun biarlah, bukan hal yang aneh jika orang lain meledek tulisan ku. Ada hal
yang lebih membuat penasaran, “blog” aku masih bingung dengan blog. Apa yang
bisa aku tuangkan pada blog, sedang kata laki-laki tadi blog itu adalah sebuah
wadah untuk mengeksplorasi ide-ide cemerlang.
Ku
ambil secarik kertas, dan kembali melanjutkan tulisan yang tadi sempat ditulis
di komputer. Aku menuliskan sesosok laki-laki tadi, yang membuat ku
bertanya-tanya tentang blog. Hanya membuat sebuah puisi, namun berulang kali
aku mengganti kertas, dan mencurat-coret tulisan ku. Rasa sulit kembali
bergemuruh dalam dada, namun aku mencoba untu menepis semua itu.
Sedikit
demi sedikit untaian kata mulai bisa terbaca. Aku hanya menaruh maksud yang tersirat.
Apapun kata orang, tentang tulisan ku, aku harus bisa menerima. Ternyata tidak
ada yang sulit, setelah mencoba. Aku hanya butuh beberapa waktu untuk menjawab
rasa semangat ini.
***
Penasaran Akut
Oleh : Nita Juniati
Manis,
rasanya kata itu manis ku dengar
Rasanya
mata itu menunjukan hal yang lain
Aku
menjadi tak tentu rasa
Memikirkan
hal manis yang sosok itu katakan
Biarkan
aku diam sejenak
Menyambut
kata baru yang terucap
Biarkan
aku menggebu mencari,
Mencari
arti kata yang dia beri
“blog”
Apa
itu, sebuah benda ataukah sifat
Dia
katakan “blog” itu wadah
Ide
cemerlang bisa ku tuang didalamnya
Buat
aku bertanya keras
Sampai
hati tak jua terhenti
Hingga
ku merasa
Mengidap
penasaran akut
***
Akhirnya
aku bisa menyelesaikan tulisan aneh ku, disecarik kertas. Gara-gara laki-laki
yang tak ku kenal tadi. Aku baca berulang, tulisan yang baru ku selesaikan. Aku
tersenyum, dan merasa lega. Aku hanya merasa senang, karena aku bisa melawan
setan-setan yang menghadang. Aku tak perduli dengan hasil tulisan ku, yang aneh
itu. Terpenting aku bisa mengeksplorasi rasa penasaran.
Semangat
ku kembali menggebu. Mataku langsung mengarah pada layar komputer. Terbangunlah
aku dari kasur, lalu melangkah menghampiri komputer, dan kembali menyalakanya. Kembali
membuka Ms. Word dan mengetik tulisan yang telah ku selesaikan disecarik kertas
tadi. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja, setelahnya penasaran ku
terhadap “blog” masih saja menggebu.
Rasanya
aku menemukan hal lain, seakan aku punya mimpi. Ku lihat waktu yang terus
bergulir, tidak ada ya g terlambat mengejar asa. Aku harus tau, apa itu blog dan segera
membuatnya. Ketika media tak menerima tulisan ku, seperti laki-laki yang tak ku
kenal itu katakan, aku bisa mengekplorasi ide–ide cermalangku lewat blog.
Menggebu-gebu
lah rasa yang ada dalam diri. Ternyata menulis itu tak sesulit yang aku
pikirkan. Hanya saja, aku tak mau bangun dari rasa yang telah jatuh. Tulisan
ditolak di media, seharusnya menjadi cambuk untuk lebih semangat. Aku jadi
semakin menggebu untuk segera membuat blog dan menuangkan ide-ide cermalang lewat
tulisan. Secara terpaksa aku harus mengisi pulsa modem. Sayang uang didompet ku
tak lebih dari Rp 10.000,- .