Hai, Peri Kecil seharusnya kau temani
aku. Kini aku merasa sendiri, mengapa kau pergi sebelum kau tampakan
wajah mu yang cantik. Seharusnya kau tetap disini menari dan bernyanyi
bersamaku. Jika masih ada, mungkin kau berada dekat dengan ku.
Mencurahkan para parangeran yang menggumi mu.
Kau,
Peri Kecil mahkota ini seharusnya milik mu. Namun kini menjadi abadi di
kepalaku. Tidak ada peri-peri lain yang ingin menjadi temanku. Kau tau?
kepalaku sudah terlalu lelah mengenakan mahkota ini. Aku ingin
melepasnya, memberikan pada keturunanku. Namun, Tuan belum jua
mengijinkan ku untuk melepas mahkota ini.
Peri
Kecil, kau tau kan... aku bukan putri atau pun ratu. Aku sama saja
seperti manusia-manusia lain. Tapi mengapa aku merasa dibebani dengan
mahkota ini. Seakan gerak-gerik ku tak lepas dari perhatian. Kesalahan
sekecil apapun, selalu menjadi teguran besar. Peri Kecil, tetaplah
bercahaya. Tak lama, mungkin aku akan segera menemani mu disana. Akan ku
ceritakan lebih jelas tentang mahkota ini padamu.
Sebelum
aku datang ke tempat mu, kau harus berkenalan dengan peri kecil lain
yang sama dengan mu disana. Mungkin kau sudah kenal dia sebelum ku
perintahkan, dia pun peri kecil yang manis seperti mu. Kau tau? dia peri
kecil pujaan ku. Aku pun hanya mengenalnya lewat tulisan seorang
pangeran, yang slalu menggambarkan sesosok peri kecil yang manis itu.
Membaca tulisan pangeran itu, aku rindu pada mu peri kecil.
Tolong
bisikan, pada peri kecil manis teman mu itu, aku ingin berkenalan
dengannya. Jika sempat, kelak aku menemui mu kau kenalkan aku padanya ya
peri kecil. Nanti akan ku ceritakan juga kisah pangeran yang selalu
menggambarkan peri kecil manis itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar